Uang adalah hamba yang baik, tetapi merupakan tuan yang buruk. Itulah yang dialami oleh pria yang bernama Harryanto ini, kehidupannya hancur karena jerat tipu daya uang yang menariknya kepada banyak kejahatan.
Awalnya, Harryanto pikir uang bisa memberi kebahagiaan pada keluarganya, tak pernah disangkanya bahwa semua itu hanya harapan semu belaka. Dia menjadi budak uang sehingga menghalalkan segala cara supaya bisa menghasilkan uang.
"Waktu saya mulai bisnis garmen, untuk memuluskan bisnis kalau ada customer dari luar kota, dia kami entertain, mengajak dia ke diskotik, mengajak dia ke night club, supaya dia pesan barang ke kami. Tapi semakin lama saya semakin merasakan kenikmatan dengan mabok-mabokan dan ke night club. Hingga pada tahun 1994 saya mulai kenalan dengan ekstasi. Semua itu membuat saya tidak mengurusi pekerjaan saya, hingga akhirnya saya bankrupt. Saya sempat frustrasi karena saya tidak tahu harus melakukan apa, padahal saat itu saya harus membiayai keluarga saya dimana anak pertama saya baru saja lahir."
Tanpa berpikir panjang dan terdesak oleh kebutuhan keluarganya, Harryanto yang telah terjerumus dalam kehidupan malam dan narkoba akhirnya memutuskan menjadi bandar narkoba. Harryanto menutup rapat-rapat kedoknya sebagai seorang bandar narkoba dari keluarganya, hingga suatu hari sang istri mengetahui pekerjaannya sesungguhnya.
"Saya sering tidak pulang ke rumah, dan waktu itu istri saya belum tahu kalau saya seorang bandar ekstasi."
Setiap kali sang istri menanyakan mengapa dirinya tidak pulang, Harryanto selalu beralasan sibuk dalam pekerjaan. Supaya tidak terus menerus diberondong pertanyaan dia sering beralasan sedang stress lalu menghindar dari istrinya.
"Saya bilang saya lagi stress, setiap kali pulang lagi stress. Tapi setiap kali pulang saya juga selalu bawa uang dan saya kasih dia."
Hal ini terus menerus terjadi menjadi sebuah siklus rutin yang menimbulkan pertanyaan besar di benak istrinya. Karena tidak bisa menahan rasa penasarannya, istri Harryanto mulai bertanya kepada teman-teman Harryanto. Tak pernah dinyananya sebuah lembar kelam kehidupan sang suami harus di hadapinya.
"Sekarang suamimu kan bandar narkoba.." demikian kata salah seorang teman Harryanto.
Seakan tak percaya dengan informasi dari teman suaminya itu, istri Harryanto menanyakan langsung kepada Harryanto tentang pekerjaannya sekarang.
"Saya membenarkan hal itu. Waktu dia tahu saya seorang bandar, dia menangis. Saat itu saya katakan ‘emang saya bisa kerja apa sekarang? Toh dari hasil pekerjaan ini saya bisa memberi kamu makan. Anak saya bisa saya kasih makan.' Akhirnya istri saya berkata dengan berat hati, ‘Kalau gitu terserah kamu aja deh..'"
Hari demi hari, Harryanto semakin larut dalam pekerjaannya sebagai bandar narkoba. Uang yang berlimpah bagaikan lumpur hidup yang semakin menghisapnya dalam kelam kehidupan malam dan semakin menjauhkannya dari keluarga.
"Dalam tujuh hari selama seminggu, paling hanya satu hari di rumah, enam hari lainnya saya diluar. Jadi saya tidak pernah di rumah. Anak saya pernah bertanya, ‘Kok papa kerja pergi malam terus pulangnya pagi? Kerja apa sih pa?' Saya tidak bisa jawab waktu itu. Saya merasa bukan seorang ayah yang baik waktu itu. Pada hal anak-anak saya membutuhkan kasih seorang ayah, kasih sayang seorang bapak. Saya ngga bisa berikan, saya hanya bisa memberikan uang. Karena waktu itu hanya memikirkan uang dan uang saja."
Namun hatinya seperti sudah membatu, kesadaran yang dirasakannya itu dalam sekejab sudah menghilang bersama angin. Harryanto justru melakukan kejahatan-kejahatan yang semakin menyakiti hati istrinya.
"Waktu saya di dunia narkoba selama tujuh tahun itu, saya rasa saya bukanlah suami yang baik. Saya bisa membawa wanita lain di depan istri saya. Kadang waktu ke diskotik, saya ajak istri saya, tetapi disana saya sudah ada wanita lain yang menunggu. Kalau sudah jam 2, saya antar istri saya pulang lalu saya pergi lagi disambung dengan wanita lain."
Istri Harryanto, Tjong Lian Ting sangat terluka karena suaminya dengan sengaja berselingkuh di depan mata kepalanya.
"Karena saya sudah melihat dengan mata kepala saya sendiri, hati saya jadi tawar kepada dia," demikian kisah Tjong Lian
Ternyata dibalik semua yang dilakukannya itu, Harryanto memang sengaja ingin menyakiti hati istrinya.
"Saya sengaja menyakiti hatinya sepertinya saya sengaja lakukan karena saya mau menunjukkan rasa ketidakpuasan saya kepadanya."
Dendam yang tersimpan dalam hati Harryanto kepada istrinya itu bermula ketika masa pacaran mereka.
"Istri saya waktu itu akan pergi ke Bali. Saya minta dia untuk tinggal dan menemani saya tapi tidak di gubrisnya," cerita Harryanto
"Kamu jangan ke Bali, kamu disini aja temenin saya. Saya lagi susah begini kok kamu malah tinggalin saya," kata Harryanto pada Tjong Lian yang kala itu masih menjadi pacarnya.
"Tapi ternyata dia tetap pergi ke Bali dan senang-senang sedangkan saya sedang kelaparan disini. Makanya saya berjanji pada diri saya, ‘Saya akan balas sakit hati saya ini nanti.'"
Dendam masa lalunya itu membuat Harryanto semakin tidak peduli dengan istrinya. Bahkan di depan kedua anaknya dia tega membawa wanita lain dan mengusir istrinya.
"Waktu itu saya bertahan, saya tidak mau keluar," demikian tutur Tjong Lian. "Saya cuma berpikir saya lebih berhak, Harryanto masih suami saya dan dia itu cuma perempuan lain. Hati saya seperti nantangin perempuan lain itu, ‘ayo siapa yang bisa bertahan.' Tapi ternyata suami saya malah mengusir saya."
Kemerdekaan semu yang di rasakan Harryanto karena telah berhasil mengusir istrinya ternyata tidak berlangsung lama. Shabu-shabu yang dikonsumsinya selama beberapa tahun itu ternyata berdampak buruk pada otaknya dan membuatnya berhalusinasi.
"Saya melihat bayangan-bayangan hitam lewat-lewat di sekitar saya. Saya waktu itu tidak merasa takut. Saya ambil stick softball dan saya pukul kesana kemari. Saya merasa ada penyusup dirumah saya, pada hal tidak ada apa-apa. Rumah saya jadi hancur berantakan semua."
Ditengah-tengah kekecewaan hidupnya, dan juga masalah kesehatan jiwanya, Harryanto mengalami peristiwa aneh. Pada waktu dia hendak pergi ke diskotik, di dalam mobil dia menyalakan tape dan memasang kaset yang ada disitu. Entah siapa yang menaruh kaset itu, ternyata itu adalah kaset lagu rohani dan hatinya disentuh oleh Tuhan ketika lagu berjudul "Sejauh timur dari barat" dilantunkan.
"Waktu saya dengar lagu itu, di dalam mobil saya menangis. Saya berkata, ‘Kau telah mengampuni dosa-dosa saya. Kau pulihkan semua kehidupan saya. Tidak ada satu dosapun yang kau ingat-ingat lagi.' Saya menganggap tidak ada orang yang seperti ini, yang bisa mengampuni tanpa syarat. Saya pulang, saya nangis dan saya berdoa, ‘Tuhan saya mau Engkau pulihkan saya Tuhan. Saya akui dosa-dosa saya. Semua pelanggaran saya, semua yang pernah saya perbuat saya akui Tuhan. Saya percaya Tuhan, Engkau akan memulihkan hidup saya."
Setelah peristiwa itu, Harryanto membuat sebuah langkah untuk memulihkan keluarganya. Dia datangi istrinya dan membujuknya untuk pulang kembali kerumah mereka. Namun kembalinya sang istri tidak merubah keadaan menjadi lebih baik malah membuat dirinya semakin tertekan karena hubungan mereka belum pulih. Hal itu membuatnya sangat putusasa dan ingin bunuh diri.
"Saya tahu istri saya pulang bukan karena saya, dia pulang untuk anak-anak saya. Saat itu kami tetap pisah kamar, dia tidur dengan anak-anak, sedangkan saya tidur sendiri. Saya pikir, ‘percuma saja kamu pulang kalau begini.' Akhirnya saya putuskan untuk bunuh diri, saya berkata, ‘Saya mau mati saja Tuhan!' Saya naik mobil dan ngebut. Saya masuk jalan tol, dan berada di tengah jalan dalam kecepatan tinggi. Biasanya bila di jalan menuju puncak bis dan truk tidak mau mengalah kepada mobil kecil. Tetapi hari itu, truk dan bis itu yang mengalah. Saya selamat sampai di Cipanas dengan terheran-heran...Saya pikir ‘kok ngga kenapa-kenapa ya.. wah mungkin kurang nih...' Saya mampir ke warung, saya beli minuman dan minum sampai mabok. Saya naik ke mobil dan turun dari puncak sambil ngebut.. Sampi di jalan tol, tetap ngga kenapa-kenapa. Disitu baru saya nangis, saya sebut nama Tuhan. Saya panggil nama Tuhan. Dengan suara sekeras-kerasnya saya panggil Tuhan. Setelah itu saya pulang, saya datang pada istri saya. Dia ingin saya ikut rehap, dan saya katakan saya mau."
Kemudian Harryanto menjalani pemulihan di sebuah panti rehabilitasi. Bukan hanya pemulihan fisik yang dia alami disana, tapi dia juga dipulihkan jiwanya.
"Tuhan lepaskan saya dari roh perzinahan, Tuhan lepaskan saya dari perjudian, Tuhan lepaskan saya dari narkoba. Sedikit demi sedikit, hari lepas hari, proses itu berjalan dan benar, ada perubahan dalam hidup saya."
Istrinya pun menyaksikan perubahan Harryanto dan yakin hal itu karena karya Tuhan dalam hidup keluarga mereka.
"Dari hari ke hari dia semakin ke bentuk, hingga akhirnya suami saya semakin pulih, seperti firman Tuhan katakan, berubahlah dengan pembaruan budimu sehingga kamu tahu mana yang benar, mana yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna. Saya lihat sendiri dalam diri suami saya bahwa pembaruan pikiran itu hanya dengan firman Tuhan," ungkap Tjong Lian dengan bahagia.
Saat ini keluarga Harryanto dipulihkan, dan baik dia maupun istrinya bisa saling menerima kekurangan masing-masing. Terlebih lagi Harryanto saat ini telah menyadari bahwa ada yang lebih penting dari uang dalam hidup ini, yaitu Tuhan yang telah menyelamatkan kehidupannya.
(Kisah ini ditayangkan 5 Juli 2010 dalam acara Solusi Life di O'Channel).
Sumber kesaksian: Harryanto
Sumber : V090630164123